IMPORTANT, MUST BE READ... : Ya Tuhan Maafkanlah Aku yang Telah Melepas Jilbab, Sekarang Akibat Ini Tetap Datang Padaku
Title : Ya Tuhan Maafkanlah Aku yang Telah Melepas Jilbab, Sekarang Akibat Ini Tetap Datang Padaku
Ya Tuhan Maafkanlah Aku yang Telah Melepas Jilbab, Sekarang Akibat Ini Tetap Datang Padaku
IMPORTANT, MUST BE READ...
Hanya karena hal ini, wanita ini malah merelakan jilbabnya dilepas dan pada kesudahannya jawaban tak terduga pun menimpanya.
Jilbab merupakan episode dari syari’at yang penting untuk dilaksanakan oleh seorang muslimah. Ia bukanlah sekedar identitas atau menjadi hiasan semata dan juga bukan penghalang bagi seorang muslimah untuk menjalankan acara kehidupannya. Menggunakan jilbab yang sesuai dengan tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ialah wajib dilakukan oleh setiap muslimah, sama menyerupai ibadah-ibadah lainnya menyerupai sholat, puasa yang diwajibkan bagi setiap muslim.
Ia bukanlah kewajiban terpisah dikarenakan kondisi daerah menyerupai dikatakan sebagian orang (karena Arab itu berdebu, panas dan sebagainya). Ia juga bukan kewajiban untuk kalangan tertentu (yang sudah naik haji atau anak pesantren).
Benar saudariku… memakai jilbab ialah kewajiban kita sebagai seorang muslimah. Dan dalam pemakaiannya kita juga harus memperhatikan apa yang telah diajarkan oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Haruslah istiqamah dalam memakainya, bukan hanya pada dikala tertentu ataupun karena karena tertentu.
Karena jangan hingga hal menyerupai dongeng ini terjadi pada kalian wahai saudariku. Sebuah dongeng yang bermula ketika ada wanita yang membuka jilbabnya karena karir, dan selanjutnya pun bisa dilihat bersama berikut ini.
Satu pesan BBM masuk. Dari seorang bau kencur waktu sekolah yang juga pernah sama-sama bekerja di kantor lama kami.
“Kak, saya diterima jadi resepsionis di salah satu PT di daerah XXX.”
Aku pun segera mengetik balasan, “Ohya? Wahh … Alhamdulillah yaa, Mawar! Selamat!”
“Tapi Kak ….”
“Tapi apa?”
“Aku harus lepas jilbab.”
Hatiku seketika bergemuruh.
Bagaimana mungkin Mawar (bukan nama sebenarnya) bisa goyah begini. Gadis bagus yang belum lama menggunakan hijab itu kan tahu sendiri, bagaimana reaksi orang-orang di kantor keempatku, waktu ada salah satu karyawatinya yang melepas jilbab. Ternyata setelah ditelusuri penyebabnya, tak lain karena dia nekat berpacaran dengan pria non muslim. Sudah pacaran … dengan non muslim pula. Belum nikah saja, jilbab sudah ditanggalkan. Bagaimana kalau sudah menikah? Masihkah kepercayaan Islam terpatri dalam hati?
“Astaghfirullah, War. Jangan,” ketikku mengingatkan.
“Tapi, Kak. Aku butuh pekerjaan. Kakak kan tahu, saya harus ngebiayain kuliah sendiri.”
“Iya, saya tahu, War. Tapi apa kau gak percaya, Yang Mahakuasa lah Yang Maha Pemberi rezeki?”
“Percaya, Kak. Tapi saya bener-bener buntu, Kak. Aku harus dapet pekerjaan secepatnya.”
“Loh, waktu di sini, kau mau diperpanjang kontraknya dan boleh berjilbab, kau gak mau.”
“Iya Kak. Tapi kalo di situ saya udah nggak betah. Orang-orangnya rese. Kakak sendiri kan juga mau resign dari situ?” Mawar kembali menyanggah.
“Iya, Mawar. Aku tahu. Tapi, setidaknya di sini kau boleh berjilbab. Walaupun di sini gajinya di bawah UMR, setidaknya kita nggak disuruh lepas jilbab.”
“Iya sih, Kak.”
“Pikirin lagi semuanya baik-baik, War. Istikharah. Belum tentu juga nanti di sana kau betah.”
“Aku kayaknya nggak ada pilihan lain deh, Kak. Aku sudah tanda tangan kontrak. Senin depan saya mulai kerja. Tapi di luar PT, saya tetap berjilbab kok, Kak.”
“Kenapa kau gres bilang setelah tanda tangan kontrak? Ya Allah, andai saya punya cukup uang buat minjemin kau bayar biaya kuliah, Mawar. Sedih aku. Ngerasa nggak guna jadi temen.” Aku mengetik pesan dengan hati yang runyam.
Ketika melihat sobat gres berhijab, saya bahagia bukan kepalang. Begitu juga sebaliknya, ketika mengetahui seseorang harus membuka hijabnya. Aku seketika lemas. Merasa gagal. Berlebihan? Yaa … tapi sungguh itu yang kurasakan.
Kalian tahu apa yang terjadi bahkan tak hingga sebulan kemudian? Mawar kembali mengirim pesan padaku.
“Kak! Kakak benar. Aku gak betah di sini, Kak!”
“Ya Allah, Mawar … kenapa??”
“Kerjaanku di sini ternyata nggak cuma jadi resepsionis, Kak. Tapi serabutan, bantuin kerjaan episode lain juga. Belum lagi, tiap hari lobby tempatku bekerja anyir asap dupa. Di sini juga ada beberapa patung yang dikramatkan, Kak.”
“Dikramatkan gimana?”
“Iya. Patung-patung itu dirawat khusus, Kak. Nggak boleh hingga kenapa-kenapa. Semacam sesuatu yang sangat penting buat yang punya PT.”
“Astaghfirullah. Terus gimana, Mawar?”
“Belum tahu, Kak. Aku coba bertahan. Tapi kalau nggak kuat, mungkin saya akan resign.”
“Loh, bukannya kau udah tanda tangan kontrak selama beberapa bulan ke depan? Memangnya di sana nggak ada pinalti?” tanyaku lagi.
“Ada sih, Kak.”
“Lahhh, terus? Duitnya gimana?”
“Aku kabur aja nanti, Kak. Biar nggak usah bayar uang pinalti, karena keluar sebelum kontrak selesai.”
“Ya Allah, Mawar.”
“Huhuhu … saya nyesel, Kak. Coba aja saya ikutin apa kata Kakak waktu itu.”
Entah bagaimana caranya, isu terakhir yang kudapatkan kesudahannya Mawar keluar dari PT itu. Dan Alhamdulillah, dikala ini dia sudah berjilbab kembali, bahkan lebih syar’i.
“Kali ini biar istiqomah yaa, Mawar. Belajar dari pengalaman kemarin.” Aku mengirim pesan, usai mengetahui bahwa ia kembali berhijab.
“Iya, Kak. In Syaa Allah. Aku nggak akan hingga lepas jilbab lagi! Doain saya ya, Kak.”
“As always, Dear. Kita saling mendoakan yaa ….”
“Iya Kaaak.”
Ohya!
Temanku yang satu lagi juga Alhamdulillah sudah putus dengan pacarnya. Dan kini ia pun berhijab kembali. Doakan kami semua istiqomah yaa. Aamiin Yaa Robbal Alamiin.
Aku pun pernah hingga melepas jilbab, dikala pertama kali bekerja usai lulus SMK, pada tahun 2007. Menyesal bukan main. Karena perlakuan para lelaki ketika melihatku dengan dan tanpa hijab, itu berbeda sekali. Padahal dikala itu saya masih memakai penutup kepala. Hanya saja leher dan tangan dari sikut ke bawah, kelihatan keman-mana.
Alhamdulillah. Setahun kemudian, usahaku mencari pekerjaan lain, kesudahannya membuahkan hasil. Aku diterima di sebuah perusahaan yang membolehkan semua karyawatinya untuk berhijab.
Untuk selanjutnya, di perusahaan ketiga, keempat dan kelima yang tak lain ialah tempatku bekerja sekarang, Alhamdulillah! Aku bebas menunaikan kewajibanku sebagai seorang muslimah, yakni menutup aurat.
Tiga kali, ada pengalaman interview dengan orang asing. Satu bule, orang Korea, dan yang ketiga orang Jepang. Tentu perasaan ketar-ketir karena saya menolak berjabat tangan dengan mereka. Yang sama orang Korea, tidak ada kelanjutan alias ditolak bekerja di sana. Yang sama bule, juga Alhamdulillah sempat diberi tahu diterima, cuma saya yang mundur, karena lokasi kerja yang ditawarkan di Meruya. Terlalu jauh, bagiku yang tinggal di Bekasi.
Yang orang Jepang ini lucu. Namanya Mr. Hiroyuki. Pada suatu kesempatan makan malam bersama sobat sebagian yang lain, seorang sobat yang tidak berjilbab mendekati dia untuk difoto. Spontan, Hiroyuki-san berkata sambil memeragakan ‘jilbab’ dengan kedua tangannya.
“Woman with … no touch yaa? Kalau tidak pakai, boleh touch.” Beliau gundah menyebut jilbab itu apa, makanya hanya memeragakan dengan menyatukan kedua tangannya, yang kemudian dinaikkan ke atas kepala.
Kami tertawa. Maksud dia ialah : perempuan dengan penutup kepala tidak boleh disentuh ya? Kalau tidak pakai, gres boleh.
See? Orang ajaib yang bukan muslim pun bahkan bisa menyimpulkan demikian.
Eits!
Ini bukan berarti kalian boleh touch touch wanita tanpa hijabbbbb yaaahhh! Awas lohhhh! Bukan mahrooooom!
Pertahankan hijabmu semampumu, saudariku.
Ingat! Bahkan ada suatu informasi bahwa : perempuan-perempuan di Gaza tidur pun menggunakan hijabnya. Ketika ditanya kenapa, jawaban mereka, “Agar jikalau sewaktu-waktu rumahku dibom, jasadku dapat ditemukan dalam keadaan menutup aurat.”
Ma Syaa Allah!
Semoga kita semua bisa senantiasa menjaga hijab ini hingga ajal menjemput kita kelak. Aamiin Yaa Robbal Alamiin.
Oleh karena itulah wahai saudariku, janganlah kita terpedaya dengan segala aktifitas dan perkataan orang yang menimbulkan seseorang cenderung merasa tidak mungkin untuk menggunakan jilbab yang sesuai syari’at.
Ingatlah, bahwa sesungguhnya tidak ada sobat di hari final yang mau menanggung dosa yang kita lakukan. Hanya kepada Allahlah kita memohon pemberian ketika menjalankan segala ibadah yang telah disyari’atkan.
Jilbab merupakan episode dari syari’at yang penting untuk dilaksanakan oleh seorang muslimah. Ia bukanlah sekedar identitas atau menjadi hiasan semata dan juga bukan penghalang bagi seorang muslimah untuk menjalankan acara kehidupannya. Menggunakan jilbab yang sesuai dengan tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ialah wajib dilakukan oleh setiap muslimah, sama menyerupai ibadah-ibadah lainnya menyerupai sholat, puasa yang diwajibkan bagi setiap muslim.
Ia bukanlah kewajiban terpisah dikarenakan kondisi daerah menyerupai dikatakan sebagian orang (karena Arab itu berdebu, panas dan sebagainya). Ia juga bukan kewajiban untuk kalangan tertentu (yang sudah naik haji atau anak pesantren).
Benar saudariku… memakai jilbab ialah kewajiban kita sebagai seorang muslimah. Dan dalam pemakaiannya kita juga harus memperhatikan apa yang telah diajarkan oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Haruslah istiqamah dalam memakainya, bukan hanya pada dikala tertentu ataupun karena karena tertentu.
Karena jangan hingga hal menyerupai dongeng ini terjadi pada kalian wahai saudariku. Sebuah dongeng yang bermula ketika ada wanita yang membuka jilbabnya karena karir, dan selanjutnya pun bisa dilihat bersama berikut ini.
Satu pesan BBM masuk. Dari seorang bau kencur waktu sekolah yang juga pernah sama-sama bekerja di kantor lama kami.
“Kak, saya diterima jadi resepsionis di salah satu PT di daerah XXX.”
Aku pun segera mengetik balasan, “Ohya? Wahh … Alhamdulillah yaa, Mawar! Selamat!”
“Tapi Kak ….”
“Tapi apa?”
“Aku harus lepas jilbab.”
Hatiku seketika bergemuruh.
Bagaimana mungkin Mawar (bukan nama sebenarnya) bisa goyah begini. Gadis bagus yang belum lama menggunakan hijab itu kan tahu sendiri, bagaimana reaksi orang-orang di kantor keempatku, waktu ada salah satu karyawatinya yang melepas jilbab. Ternyata setelah ditelusuri penyebabnya, tak lain karena dia nekat berpacaran dengan pria non muslim. Sudah pacaran … dengan non muslim pula. Belum nikah saja, jilbab sudah ditanggalkan. Bagaimana kalau sudah menikah? Masihkah kepercayaan Islam terpatri dalam hati?
“Astaghfirullah, War. Jangan,” ketikku mengingatkan.
“Tapi, Kak. Aku butuh pekerjaan. Kakak kan tahu, saya harus ngebiayain kuliah sendiri.”
“Iya, saya tahu, War. Tapi apa kau gak percaya, Yang Mahakuasa lah Yang Maha Pemberi rezeki?”
“Percaya, Kak. Tapi saya bener-bener buntu, Kak. Aku harus dapet pekerjaan secepatnya.”
“Loh, waktu di sini, kau mau diperpanjang kontraknya dan boleh berjilbab, kau gak mau.”
“Iya Kak. Tapi kalo di situ saya udah nggak betah. Orang-orangnya rese. Kakak sendiri kan juga mau resign dari situ?” Mawar kembali menyanggah.
“Iya, Mawar. Aku tahu. Tapi, setidaknya di sini kau boleh berjilbab. Walaupun di sini gajinya di bawah UMR, setidaknya kita nggak disuruh lepas jilbab.”
“Iya sih, Kak.”
“Pikirin lagi semuanya baik-baik, War. Istikharah. Belum tentu juga nanti di sana kau betah.”
“Aku kayaknya nggak ada pilihan lain deh, Kak. Aku sudah tanda tangan kontrak. Senin depan saya mulai kerja. Tapi di luar PT, saya tetap berjilbab kok, Kak.”
“Kenapa kau gres bilang setelah tanda tangan kontrak? Ya Allah, andai saya punya cukup uang buat minjemin kau bayar biaya kuliah, Mawar. Sedih aku. Ngerasa nggak guna jadi temen.” Aku mengetik pesan dengan hati yang runyam.
Ketika melihat sobat gres berhijab, saya bahagia bukan kepalang. Begitu juga sebaliknya, ketika mengetahui seseorang harus membuka hijabnya. Aku seketika lemas. Merasa gagal. Berlebihan? Yaa … tapi sungguh itu yang kurasakan.
Kalian tahu apa yang terjadi bahkan tak hingga sebulan kemudian? Mawar kembali mengirim pesan padaku.
“Kak! Kakak benar. Aku gak betah di sini, Kak!”
“Ya Allah, Mawar … kenapa??”
“Kerjaanku di sini ternyata nggak cuma jadi resepsionis, Kak. Tapi serabutan, bantuin kerjaan episode lain juga. Belum lagi, tiap hari lobby tempatku bekerja anyir asap dupa. Di sini juga ada beberapa patung yang dikramatkan, Kak.”
“Dikramatkan gimana?”
“Iya. Patung-patung itu dirawat khusus, Kak. Nggak boleh hingga kenapa-kenapa. Semacam sesuatu yang sangat penting buat yang punya PT.”
“Astaghfirullah. Terus gimana, Mawar?”
“Belum tahu, Kak. Aku coba bertahan. Tapi kalau nggak kuat, mungkin saya akan resign.”
“Loh, bukannya kau udah tanda tangan kontrak selama beberapa bulan ke depan? Memangnya di sana nggak ada pinalti?” tanyaku lagi.
“Ada sih, Kak.”
“Lahhh, terus? Duitnya gimana?”
“Aku kabur aja nanti, Kak. Biar nggak usah bayar uang pinalti, karena keluar sebelum kontrak selesai.”
“Ya Allah, Mawar.”
“Huhuhu … saya nyesel, Kak. Coba aja saya ikutin apa kata Kakak waktu itu.”
Entah bagaimana caranya, isu terakhir yang kudapatkan kesudahannya Mawar keluar dari PT itu. Dan Alhamdulillah, dikala ini dia sudah berjilbab kembali, bahkan lebih syar’i.
“Kali ini biar istiqomah yaa, Mawar. Belajar dari pengalaman kemarin.” Aku mengirim pesan, usai mengetahui bahwa ia kembali berhijab.
“Iya, Kak. In Syaa Allah. Aku nggak akan hingga lepas jilbab lagi! Doain saya ya, Kak.”
“As always, Dear. Kita saling mendoakan yaa ….”
“Iya Kaaak.”
Ohya!
Temanku yang satu lagi juga Alhamdulillah sudah putus dengan pacarnya. Dan kini ia pun berhijab kembali. Doakan kami semua istiqomah yaa. Aamiin Yaa Robbal Alamiin.
Aku pun pernah hingga melepas jilbab, dikala pertama kali bekerja usai lulus SMK, pada tahun 2007. Menyesal bukan main. Karena perlakuan para lelaki ketika melihatku dengan dan tanpa hijab, itu berbeda sekali. Padahal dikala itu saya masih memakai penutup kepala. Hanya saja leher dan tangan dari sikut ke bawah, kelihatan keman-mana.
Alhamdulillah. Setahun kemudian, usahaku mencari pekerjaan lain, kesudahannya membuahkan hasil. Aku diterima di sebuah perusahaan yang membolehkan semua karyawatinya untuk berhijab.
Untuk selanjutnya, di perusahaan ketiga, keempat dan kelima yang tak lain ialah tempatku bekerja sekarang, Alhamdulillah! Aku bebas menunaikan kewajibanku sebagai seorang muslimah, yakni menutup aurat.
Tiga kali, ada pengalaman interview dengan orang asing. Satu bule, orang Korea, dan yang ketiga orang Jepang. Tentu perasaan ketar-ketir karena saya menolak berjabat tangan dengan mereka. Yang sama orang Korea, tidak ada kelanjutan alias ditolak bekerja di sana. Yang sama bule, juga Alhamdulillah sempat diberi tahu diterima, cuma saya yang mundur, karena lokasi kerja yang ditawarkan di Meruya. Terlalu jauh, bagiku yang tinggal di Bekasi.
Yang orang Jepang ini lucu. Namanya Mr. Hiroyuki. Pada suatu kesempatan makan malam bersama sobat sebagian yang lain, seorang sobat yang tidak berjilbab mendekati dia untuk difoto. Spontan, Hiroyuki-san berkata sambil memeragakan ‘jilbab’ dengan kedua tangannya.
“Woman with … no touch yaa? Kalau tidak pakai, boleh touch.” Beliau gundah menyebut jilbab itu apa, makanya hanya memeragakan dengan menyatukan kedua tangannya, yang kemudian dinaikkan ke atas kepala.
Kami tertawa. Maksud dia ialah : perempuan dengan penutup kepala tidak boleh disentuh ya? Kalau tidak pakai, gres boleh.
See? Orang ajaib yang bukan muslim pun bahkan bisa menyimpulkan demikian.
Eits!
Ini bukan berarti kalian boleh touch touch wanita tanpa hijabbbbb yaaahhh! Awas lohhhh! Bukan mahrooooom!
Pertahankan hijabmu semampumu, saudariku.
Ingat! Bahkan ada suatu informasi bahwa : perempuan-perempuan di Gaza tidur pun menggunakan hijabnya. Ketika ditanya kenapa, jawaban mereka, “Agar jikalau sewaktu-waktu rumahku dibom, jasadku dapat ditemukan dalam keadaan menutup aurat.”
Ma Syaa Allah!
Semoga kita semua bisa senantiasa menjaga hijab ini hingga ajal menjemput kita kelak. Aamiin Yaa Robbal Alamiin.
Oleh karena itulah wahai saudariku, janganlah kita terpedaya dengan segala aktifitas dan perkataan orang yang menimbulkan seseorang cenderung merasa tidak mungkin untuk menggunakan jilbab yang sesuai syari’at.
Ingatlah, bahwa sesungguhnya tidak ada sobat di hari final yang mau menanggung dosa yang kita lakukan. Hanya kepada Allahlah kita memohon pemberian ketika menjalankan segala ibadah yang telah disyari’atkan.
IMPORTANT, MUST BE READ...
Thank for your attention Ya Tuhan Maafkanlah Aku yang Telah Melepas Jilbab, Sekarang Akibat Ini Tetap Datang Padaku
my blog Ya Tuhan Maafkanlah Aku yang Telah Melepas Jilbab, Sekarang Akibat Ini Tetap Datang Padaku, Have a nice day.
Now you read article Ya Tuhan Maafkanlah Aku yang Telah Melepas Jilbab, Sekarang Akibat Ini Tetap Datang Padaku this permalink article is http://generasimuslimina.blogspot.com/2017/11/ya-tuhan-maafkanlah-aku-yang-telah.html Thank you and Best regards. You Can read nice Tips below. It was always better to choose topics that interest you or in wich you at least have some knowledge about . When creating targeted internet copywriting , you have to stick with your strong points , or everyone will know it . Make a list of all of the things and or topics that you are interested in . . . How much do you know ? Can you tell it as a story ? That is The essence of writing for the web . You Have to know your subject well , or nobody will believe you it is always better to impress someone then upset them . When Writing Targeted Internet Copywriting , you have to choose your appropriate target group of customers . without a target group of customers , you could ramble on incessantly about random subjects for days on end with no essence of a final goal . You always have to keep in mind who your customers are and what they are looking for . . . . . . . . . IMPORTANT, MUST BE READ...
0 Response to "Ya Tuhan Maafkanlah Aku yang Telah Melepas Jilbab, Sekarang Akibat Ini Tetap Datang Padaku"
Posting Komentar